Dash-8-Q400 adalah produk turboprop unggulan Bombardier, dengan mesin yang kuat dan tubuhnya yang ramping, ia dirancang untuk mengalahkan jet dalam mencapai ketinggian 25.000 kaki, dan dapat terbang secepat 350 knot (True Air Airspeed). Pesaing terbesarnya dalam kelas 60-70 kursi adalah ATR-72 yang mungkin paling dibenci pilot turboprop besar, dan mungkin merupakan propliner yang paling dicintai akuntan karena sangat membosankan performancenya tetapi sangat murah untuk mengoperasikannya. Tentunya, jumlah penjualan telah menunjukkan bahwa ATR sudah memenangkan kompetisi ini. Saya melihat perbedaan kedua pesawat ini, namun satu pertanyaan yang saya tidak dapat hindari adalah, mengapa Dash-8-Q400 begitu “buruk”?

Roda Pendaratan
Reputasi buruk mulai menempel pada Q400 dari akhir tahun 2006 hingga akhir 2007 dimana terjadi beberapa kecelakaan melibatkan roda pendarat pesawat. Airline yang paling apes tertimpa masalah ini adalah SAS dimana  dalam waktu 3 hari, 2 pesawat Q400 mereka mengalami kecelakaan yang diakibatkan oleh runtuhnya roda pendaratan kanan pesawat, dan disusul oleh satu kejadian lagi sebulan kemudian. SAS memutuskan untuk berhenti menggunakan pesawat Q400 akibat kejadian² tersebut. Namun, roda pendaratan sebelah kanan bukanlah satu-satunya masalah Q400 pada saat itu, pesawat Q400 milik Augsburg Air terpaksa mendarat tanpa roda depan di tahun 2007.

CRO-Q400
Pesawat Dash-8-Q400 Croatia Air ini juga mendarat tanpa roda depan.

Masalah² landing gear Q400 berlanjut. Sebuah Q400 milik ANA mendarat di Kochi tanpa roda depan. Q400 milik Porter Airlines sempat harus batal melanjutkan penerbangannya karena semua roda pendaratannya tidak bisa dinaikkan setelah lepas landas, sedangkan sebuah Q400 mereka lainnya gagal mengeluarkan roda pendaratan dan terpaksa mengeluarkan roda menggunakan mekanisme alternatif. Tahun 2007 pun diakhiri dengan 2 kasus lagi yang menimpa SAS dimana roda pendaratan pesawat tidak bisa dinaikkan setelah lepas landas.

Kejadian² ini mengerucut pada masalah korosi parah pada roda utama pendaratan, atau terblokirnya lubang dalam mekanisme aktuator, atau korosi pada per. Bombardier sendiri menyadari Q400 memiliki masalah dan setelah kasus ANA, mereka meminta para operator untuk memeriksa mekanisme pintu roda pendaratan depan. Tetapi masalah sudah didengus oleh pihak lain sejak dini. Pada tahun 2006, Biro Penerbangan Sipil Jepang (JCAB) meminta Bombardier untuk meningkatkan keandalan Q400 setelah 52 kasus dimana pesawat menyatakan keadaan darurat atau terpaksa kembali ke bandara keberangkatan. Pada tahun 2007, Badan Investigasi Kecelakaan Denmark meminta desain, sertifikasi dan program pemeliharaan mekanisme Roda Pendaratan Utama. FAA mengusulkan Airworthiness Directive pada tahun 2008 yang meminta perubahan pada mekanisme weight-on-wheels dan berbagai hal-hal lainnya. Dengan semua ini, Bombardier tidak punya banyak pilihan selain untuk menawarkan modifikasi terhadap Q400.

SK-Q400-2
Kecelakaan Scandinavian Airlines yang melibatkan masalah roda pendaratan kanan mengakibatkan adanya bilah propeler yang menancap di badan pesawat.
JazzDash8AccidentRest
Kecelakaan Air Canada Express (Jazz) yang melibatkan masalah roda pendaratan kanan juga mengakibatkan adanya bilah propeler yang menancap di badan pesawat.

Namun, pada tanggal 7 November 2014, kecelakaan yang melibatkan Q400 dengan runtuhnya landing gear kanan setelah mendarat terulang kembali. Kali ini, meletusnya salah satu ban di landing gear kanan mengakibatkan potongan karet terlihat menempel di mekanisme landing gear. Kasus ini masih dalam investigasi, tetapi runtuhnya landing gear kali ini juga mengakibatkan baling-baling mesin kanan menyentuh tanah dan menghujam badan pesawat dimana salah satu baling-baling menancap di badan pesawat, tepat di sebelah penumpang. Mungkin sudah waktunya lagi untuk Bombardier melihat lagi desain landing gear Q400 mereka?

Pintu Keluar
Mengingat posisi sayap yang berada diatas badan pesawat, evakuasi setelah pendaratan darurat di atas air tampaknya menjadi masalah rumit untuk Q400 yang memiliki 3 pintu Tipe I (kiri depan, belakang kiri dan kanan), 1 exit tipe II/III pada bagian kanan depan, dan 2 pintu belakang yang tidak bisa digunakan.

Pintu kiri depan dilengkapi dengan “bendungan”, yang mencegah air dari banjir kabin (sebagai bagian bawah pintu akan berada di bawah garis air) dan harus dipasang sebelum membuka pintu. Bagian kanan depan keluar tipe II / III juga memiliki bendungan.

Bendungan² ini hanya akan menambah rumit dan membuka potensi kesalahan dalam proses evakuasi, dan ini sepertinya bertentangan dengan persyaratan pintu keluar yang seharusnya pengoperasiannya dibuat sesederhana mungkin. Yang menyedihkan adalah, bendungan² ini hanya memperlambat air datang, bukan menghentikannya.

Kesimpulan?
OK … jadi kami memiliki pesawat yang memiliki kebiasaan lucu di mekanisme landing gear-nya, namun, jika kita mendarat di air, kita juga ditambah hal² “ajaib” yang harus dilakukan. Saya bertanya-tanya, apakah ini alasan kenapa Dash-8 diberi julukan “Crash-8”? Jika ya, maka mungkin Dash-8-Q400 adalah “Crash-8-Quit400”?

Saya kira semua yang tertulis diatas membuat fakta bahwa ATR72 telah merajalela di Indonesia dan Q400 belum ada yang mengoperasikannya di Indonesia, menjadi tidak mengherankan. Saya rasa di negara yang menganggap pengendalian biaya adalah segalanya ini, semua manfaat dari keunggulan Q400 tidaklah berarti lagi karena kita khawatir akan adanya masalah di landing gear dan masalah pada proses evakuasi setelah pendaratan darurat di air (dimana Indonesia merupakan negara maritim), jadi untuk sementara kita hanya bermain aman dengan ATR72 yang membosankan itu.

Leave a Reply