Saya tidak menyangka ini jadi berita besar, namun setelah perkembangan berita mengenai tragedi ini mulai menyusut, gosip² lama tentunya akan muncul kembali. Kali ini adalah, tuduhan SABOTASE.

Hari ini saya membaca beberapa tweet dari Kepala HuMas dari United Aircraft Corporation, Olga Kayukova (@Olga_Kayukova (Rusia) / @Olga_Kayukova_e (Inggris).
  • “We’ve never supported the insanity of the idea of the western provocation on the crash. No matter how people want to speculate on that.” ↔ Kami tidak pernah mendukung ide gila bahwa musibah tersebut diakibatkan provokasi barat, terlepas dari sejauh mana orang² mau berspekulasi mengenai itu.
  • “We have the investigation board and our experts involved. That’s the basis for commenting.” ↔ Kita memiliki tim investigasi sendiri dengan keterlibatan ahli² kita. Itu yang menjadi basis komentar kami.
  • “It’s total nonsense: both from the Russian media and the Western http://www.dailymail.co.uk/news/article-2149377/Undercover-US-agents-brought-new-Superjet-Russia-s-extraordinary-claim-crash-killed-45.html” ↔ Ini gila: Baik dari media Rusia maupun barat (link).

Saya sendiri salut Olga bisa tetap menjaga kepala dinginya beberapa minggu terakhir, dengan banyaknya spekulasi² gila yang dilontarkan sana-sini.
  • “In our comments we rely only on the official investigation process. The media invents totally insane stories, another media repeats.” ↔ Komentar² kami berdasarkan proses investigasi resmi. Media hanya mengarang cerita² gila, kemudian diulangi lagi oleh media² lain.
  • “Nobody in Sukhoi nor in UAC spreads or supports crazy ideas. It’s speculations.” ↔ Tidak ada seorangpun di Sukhoi atau UAC yang menyebarkan atau mendukung ide² gila ini. Itu semua hanya spekulasi.
Darimana gosip sabotase ini timbul?
Banyak saksi di hari kejadian, melihat sebuah pesawat C-17 milik USAF (United States Air Force / Angkatan Udara Amerika Serikat) mendarat di Halim Perdanakusuma, kemudian parkir di apron selatan (dimana akhirnya pesawat² Ilyushin 76 Rusia diparkir selama membantu upaya evakuasi). Setelah pesawat Sukhoi tersebut hilang dari radar, pesawat C-17 tersebut pun berangkat.

Sebuah pesawat C-17 milik USAF di Apron Selatan Halim Perdanakusuma
Foto juga tersedia di Jetphotos.

Tentu saja orang² akan curiga akan hal ini, dan beberapa wartawan pun menanyakan hal ini. Namun karena cerita ini tidak muncul di media² serius, saya pun memutuskan untuk tidak menulis mengenai ini, namun itu berubah setelah saya melihat link yang diberikan Olga mengenai artikel Daily Mail hari ini.

“‘Kita tahu mereka punya teknologi khusus – yang kita juga miliki – untuk mengacaukan sinyal dari darat ataupun mengakibatkan rekaman parameter di pesawat menjadi kacau,’ menurut sumber dari pihak intelijen (Rusia) yang tidak mau disebut namanya, dan dugaan mengarah kepada keberadaan sebuah pesawat militer Amerika Serikat di Halim Perdanakusuma pada tanggal 9 Mei.”

Fakta² yang saya ketahui – USAF Diplomatic Mission Support Operations
Angkatan Udara Amerika Serikat ditugaskan untuk penerbangan mendukung misi diplomatik negara tersebut di banyak negara, salah satunya, Indonesia. Sebuah pesawat C-12 (King Air) milik AU Amerika distasiunkan di Halim Perdanakusuma untuk melakukan evakuasi bagi diplomat² penting Amerika, jika misalnya, Jakarta terkena huru-hara hingga struktur pemerintahan setempat hancur. Pesawat ini sering kali keluar masuk Halim namun tidak dilihat oleh saksi² mata hari itu.

Pesawat C-12 USAF yang distasiunkan di Halim Perdanakusuma
untuk Diplomatic Support Missions permanen
Foto juga tersedia di Jetphotos.

Pesawat Angkatan Udara Amerika Serikat yang dilihat di Halim hari itu adalah pesawat C-17. Ini adalah kebetulan yang mencurigakan tentunya, karena berada di tempat yang sama dengan Sukhoi Superjet 100. Namun ini memang hanya sebuah kebetulan. C-17 USAF biasa terbang ke Halim Perdanausuma (1 – 2 kali sebulan, namun biasanya tidak kurang dari 3 bulan sekali, tergantung dengan persetujuan antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat), untuk mendukung kelangsungan kegiatan Kedutaan Besar Amerika di Jakarta. Pesawat tersebut memang biasanya mendarat, lalu parkir di apron selatan, kemudian menurunkan barang², lalu menaikkan barang², isi bahan bakar, lalu berangkat. Tidak jarang pula mereka menunggu 1 – 2 jam sebelum berangkat seakan “hanya nongkrong.”

“Penerbangan Dukungan” ini buat apa sih?
Jawaban gampang: Penyediaan stok barang darurat untuk Kedutan. Kedutaan Amerika Serikat, memiliki penyimpanan makanan darurat sebagai bagian dari rencana kontingensi bila terjadi perang saudara atau kekacauan/pembangkangan sipil. Berapa jumlah barang² tersebut, bukanlah hak saya untuk mengetahuinya atau membukanya untuk umum, namun barang² tersebut harus tetap dirotasi secara teratur, dan rotasi tersebut diharuskan menggunakan rantai pasokan tertutup dan aman (closed loop secure supply chain). Inilah kenapa mereka harus menggunakan USAF untuk melaksanakan rotasi pasokan tersebut.

Hal lain yang lumrah, Amerika Serikat tidak mau “Skandal Dokumen Kedutaan” seperti yang terjadi di Iran terulang kembali, dimana dokumen² yang dimusnahkan menggunakan shredder direkonstruksi kembali oleh Iran, lalu diterbitkan dalam seri publikasi “Documents from the US Espionage Den” (اسناد لانه جاسوس امریكا), yang berisi dokumen² yang di Amerika sendiri masih dirahasiakan hingga hari ini. Jadi, salah satu tugas dari penerbangan² tersebut adalah untuk mengevakuasi dokumen² yang sudah di-potong² oleh shredder khusus, untuk dihancurkan di lokasi yang aman dan terkendali. Saya dulu sempat diberitahu bahwa penerbangan² ini memang sering menunggu 1 – 2 jam ekstra, karena menunggu batch² terakhir dokumen² yang telah di-shredder tersebut untuk diangkut. Tidak, dokumen² ini tidak diangkut memakai truk, tetapi bisa semudah seseorang datang membawa tas backpack, masuk ke pesawat, kemudian keluar tanpa tas tersebut, sehingga tidak mencurigakan.

Saya sendiri melihat dari dekat aktifitas beberapa dari penerbangan ini di Halim Perdanakusuma, terutama di jaman sewaktu saya sering terbang dari Halim ke area Pelabuhan Ratu.

Pesawat² ini hanyalah C-17 yang standar, tanpa peralatan² canggih yang ajaib². Amerika Serikat jauh lebih takut kehilangan pesawatnya yang membawa teknologi rahasia hanya karena penyebab² kecelakaan yang sepele seperti kualitas bahan bakar yang diberikan oleh kontraktor/supplier lokal (seperti: Pertamina di Halim Perdanakusuma). Pengamat² dunia intelijen, konta-intelijen, komunikasi militer, dan peralatan peperangan elektronik, di dunia penerbangan tahuu, bahwa apapun peralatan yang dibutuhkan untuk menjatuhkan pesawat Superjet-100 tersebut “secara misterius”, memerlukan banyak alat² baru yang canggih, dengan ukuran sebagaimana rupa sehingga jelas bagi saksi² bahwa pesawat yang dicurigakan bukanlah pesawat yang standar.

Pendapat saya tetap, pesawat C-17 USAF yang terlihat di Halim Perdanakusuma hari itu adalah non-isu mengenai kecelakaan ini. Seseorang wartawan yang sangat anti-Amerika yang sempat mewawancara saya pun, setuju. Saya pun mengatakan kepada wartawan tersebut, akan jauh lebih mudah bagi orang yang ingin menghancurkan pesawat tersebut untuk menggunakan cara lain (misal, menggunakan rudal anti pesawat yang bisa dibawa perorangan, dimana rudal² tersebut yang berasal dari bekas Uni-Soviet, pasokannya sangat banyak di dunia blackmarket persenjataan), dan bisa kabur tanpa takut ditangkap.

Leave a Reply