Berita yang beredar mengenai near-miss antara GIA340 dan LNI960 di Bali pada 10 Februari menggunakan data dari Flightradar24. Analisa seperti ini untuk menghitung posisi antar 2 pesawat sangatlah riskan karena tidak adanya timestamp yang akurat.

GAJTnearmissBaliSaya cukup sebal hari ini diganggu di WhatsApp dan media sosial lainnya mengenai kabar yang bertebaran online dimana-mana bahwa pada saat banyak pesawat yang holding menunggu masuk Bali kemarin, ada yang dikabarkan mengalami near miss atau hampir bertabrakan.

Di pesan berita yang beredar diceritakan menumpuknya pesawat² yang akan mendarat dan sempat ada yang near-miss. Namun dari awal saya sudah was² karena penggunaan bahasa yang menurut saya sedikit tendensius.

Karena kebetulan kemarin saya menulis artikel mengenai dampak penerbangan akibat cuaca buruk di Denpasar kemarin, maka saya jadi penasaran mau melihat kebenaran claim yang terjadinya near-miss.

Setelah saya teliti di Flightradar24, benar saya menemukan GIA340 dan LNI906 berada dalam holding pattern di (ironisnya) waypoint SINGA.

Sesuai deskripsi di artikel detik berjudul “Detik-detik Pesawat Garuda dan Lion Air ‘Nyaris Tabrakan’ di Langit Bali” kedua pesawat tersebut terlihat sempat berhadangan dan hanya beda 400 kaki  ketinggian. Menggunakan fitur replay di Flightradar24 memang seru, tetapi untuk menggunakannya sebagai analisa near-miss sangatlah berpotensi untuk misleading.

Yang menganalisa kejadian ini seharusnya sadar dan paham mengenai kelemahan dari penayangan data di fitur replay oleh Flightradar24. Interval replay yang digunakan adalah per 60 detik, sedangkan data yang dikirim oleh ADS-B pesawat adalah 1 per 2 detik. Saya berkali-kali menggunakan replay, yang keluar memang 400 feet separation. Tetapi saya tahu kelemahan data ini.

GADPSnearmisscrappydataTabel di kanan ini memperlihatkan posisi yang ditayangkan sesuai replay per pesawat, yaitu saya memainkan replay GIA340 dan LNI960 secara terpisah dan mencatat data ketinggian yang dilaporkan pada waktu tertentu.

Dari sini sudah kelihatan masalahnya, yaitu resolusi datanya amburadul, dan karena tidak ada timestamp detiknya, sulit sekali untuk menghitung vertical separationnya. Saya sendiri sudah beberapa kali menggunakan ADS-B raw data dan memang kendala ini terlihat sekali, yaitu, interval data yang diterima seringkali tidak konsisten, sehingga membutuhkan detail timestamp detik.

Disini tidak ketahuan, GIA340 mencapai 16550ft pada detik berapa, dan kita tidak tahu apakah posisi LNI960 pada saat itu masih mendekati 15900ft atau sudah mendekati 15400ft? Saya tidak mengada-ngada mengenai masalah timestamp ini, karena saya sendiri pernah melihat raw data dengan interval inconsistency dari penerimaan data ADS-B untuk kalangan enthusiast dan data feeder. Tanpa menggunakan timestamp detik, kalau untuk melihat gerakan 1 pesawat saja tidak apa², tetapi untuk melihat jarak antara 2 pesawat terlalu maksa!

Yang saya tulis ini bukan berarti saya mengatakan bahwa near-miss tersebut tidak terjadi, tetapi saya menulis ini untuk mengutarakan bahwa metode yang digunakan bukanlah metode yang layak untuk menyimpulkan apakah terjadi near-miss atau tidak. Bisa saja yang terjadi hanya minor breakdown of separation.

TCAS_Volume
Zona proteksi TCAS

Di “pesan berita” tersebut juga tidak ketahuan yang melaporkan siapa, lalu siapa yang melihat pesawat lain “dekat sekali” tersebut? Bisakah kita menilai apakah saksi tersebut pernah melihat pesawat lain berdekatan dengan pesawatnya di posisi holding pattern? Atau memang saksinya sudah terbiasa dan malah mungkin terlatih hingga bisa menyimpulkan memang benar² terlalu dekat?

Dibilang juga bahwa TCAS sempat menyala, namun tidak dijelaskan apakah TCASnya berteriak Traffic Advisory, atau Resolution Advisory? Traffic Advisory tidak harus diikuti dengan evasive maneuver, beda dengan Resolution Advisory. ACAS juga tidak bunyi berdasarkan jarak, tetapi dari segi “time to impact” dari di bidang horizontal, dan beda ketinggian di bidang vertikal.

Video Intermezzo:

Bagi yang belum pernah melihat pesawat lain yang sedang ikut holding pattern dekat pesawatnya, simak video ini:

Kalau menurut saya, near miss itu yang seperti ini:

Dan ini:

Kembali ke topik

Namun kembali pada masalah near-miss ini, masih ada hal yang janggal disini. Media Detik.com sempat menanyakan informasi kepada saya mengenai apakah benar terjadi near-miss, saya menjawab bahwa data yang ada kurang bisa digunakan dengan alasan seperti yang diatas. Saya sendiri masih masih menunggu apakah ada raw data ADS-B yang diterima oleh anggota komunitas ADS-B feeder untuk kejadian ini. Yang lucu, Detik.com juga memuat dua artikel lain mengenai dugaan kejadian ini, dengan narasumber yang berwenang tetapi keterangan yang berlawanan.

Pada artikel “Garuda dan Lion Air ‘Nyaris Tabrakan’ di Langit Bali, ini Penjelasan AirNav“, Direktur Operasi Airnav menyatakan:

“Jadi ada penumpang yang merasa ini nyaris tabrakan. Sementara memang kalau kurang 1.000 feet alarm bunyi, karena minimum jaraknya 1.000 feet. Kemarin itu selisihnya 700 feet. 700 Feet masih sekitar 200 meter,” kata Wisnu.

Sedangkan pada artikel “Garuda-Lion ‘Nyaris Tabrakan’, Ini Kata Dirjen Perhubungan Udara“, DirJen Perhubungan udara menyatakan:

“Hasil pengecekan rekaman di radar kami, berita tersebut tidak benar,” ujarnya saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (11/2/2016).

Menurut Suprasetyo, jarak kedua pesawat yang sama-sama sedang menunggu mendarat di Bandara Denpasar itu pada posisi yang aman. “Vertikal separasi (kedua pesawat) 2.000 feet. (Vertikal separasi) minimum adalah 1.000 feet,” ujarnya.

Lha ini yang benar yang mana? Yah kesimpulan saya untuk kasus ini, sebelum saya mendapatkan data yang bisa dapat saya gunakan, atau ada kumpulan² statement resmi pihak yang berwenang yang tidak berlawanan, benar atau tidaknya kejadian near-miss ini saya hanya bisa bilang, ya nggak tahu!

[poll id=”10″]

1 Comment

  1. Wah, pakai LIDO nih

Leave a Reply