Belum lama ini saya baca sebuah artikel dari pengamat politik dan penerbangan yang cukup dihormati. Namun, saya merasa sedikit aneh… kenapa setiap ada topik mengenai Indonesia vs Malaysia, selalu ada saja yang ngomporin?

OK, sebelum kita mulai, 5th Freedom Right itu apasih?
Fifth Freedom of the air is the right to fly between two foreign countries during flights while the flight originates or ends in one’s own country. 

Kebebasan Kelima udara adalah hak untuk terbang antara dua negara asing selama penerbangan, sementara penerbangan berasal atau berakhir di negara sendiri.

Dalam perundingan bilateral antara Indonesia dan Malaysia yang sedang berjalan, masing-masing negara setuju untuk membuka 3 bandara untuk melakukan 5th freedom rights, di mana:

  • Indonesia membuka melalui Jakarta, Makassar, dan Bali:
    • 5th Freedom untuk maskapai Malaysia terbang ke Australia, sampai 7 kali perjalanan pulang pergi setiap minggu.
  • Malaysia mmbuka Kuala Lumpur, Kuching, dan Kota Kinabalu:
    • 5th Freedom untuk maskapai Indonesia terbang ke:
    • Asia, hingga 36 kali perjalanan pulang pergi setiap minggu
    • Eropa, hingga 14 kali perjalanan pulang pergi setiap minggu.
    • Timur Tengah, hingga 21 kali perjalanan pulang pergi setiap minggu
    • Amerika Serikat, hingga 14 kali perjalanan pulang pergi setiap minggu.


Kelihatannya sih, kita yang dapet banyak untung dari perundingan kali ini. Kita kasih 7 kali pulang pergi, dan mandapatkan 85 kali pulang pergi! Lha, lantas, kenapa kok masih pada mengeluh?

Keluhan mereka: “Oh, mereka dapet bandara-bandara sibuk seperti Makassar dan Bali, dan selain Kuala Lumpur, kita hanya mendapat bandara-bandara sepi seperti Kuching dan Kinabalu”. “Kita harus dapet Penang baru bisa adil!”. “Kita harus dapat Penang, dan kasih mereka bandara-bandara yang benar-benar terpencil, nah itu baru adil!”

SEBENTAR!!!!!!

Ada yang sadar tidak, bahwa kali in tidak ada yang mendapatkan pasar kedua paling besar di negara lainnya? Mereka tidak mendapatkan Surabaya, dan kita tidak mendapatkan Penang.

Statistik untuk 2010:
  • Kuala Lumpur: 34.087.636 penumpang, 244.179 pergerakan dan 697.015 ton kargo.
  • Kuching: 3.684.000 penumpang, 46.382 pergerakan, dan 26.977 ton kargo.
  • Kinabalu: 5.223.000 penumpang, dan 55.241 pergerakan.
  • Jakarta: 43.704.000 penumpang, 338.711 pergerakan, dan 633.391 ton kargo.
  • Denpasar: 11.006.359 penumpang, 84.252 pergerakan, dan 67.760 ton kargo.
  • Makassar: 4.938.468 penumpang, 64.495 pergerakan, dan 39.620 ton kargo.

Tentu, CGK + DPS + UPG lebih besar dari KUL + KCH + BKI, tetapi mana yang lebih menjanjikan? Ingat, 5th Freedom Malaysia terbatas ke Australia, tapi Indonesia mendapatkan 5th Freedom ke ke Asia, Timur Tengah, Eropa dan Amerika Serikat.

Banyak dari kaum nasionalisme-buta juga lupa bahwa Indonesia sudah biasa memberikan 5th Freedom Rights ke Australia, dan Malaysia menginginkan penumpang transit/transfer untuk melewati bandara-bandara mereka dan dengan mudah mereka memberikan 5th Freedom Rights untuk itu.

Mereka juga lupa atau sengaja melupakan, bahwa pemberian 5th Freedom Rights 7x seminggu ke maskapai Malaysia atau negara ASEAN lainnya, bukanlah hal yang baru!
  • Malaysia Airlines belum lama ini berhenti terbang KUL-CGK-MEL karena jumlah penumpang di segmen CGK-MEL nya sedikit (dan dengan itu jauh lebih mudah dan menguntungkan untuk hanya KUL-MEL langsung).
  • Thai Airways juga pernah menerbangkan BKK-CGK-SYD, dan rute itu ditutup karena penumpangnya tidak banyak dan juga karena krisis keuangan Asia tahun 98.


Mereka juga lupa bahwa Indonesia juga memberikan 5th Freedom Rights untuk maskapai Australia dari Indonesia ke kota-kota di ASEAN.
  • Penerbangan SYD-CGK-KUL nya Ansett dulu cukup populer dengan warga Australia, Malaysia dan Indonesia, yang kemudian tutup karena krisis keuangan Asia di tahun 98.
  • Qantas sudah bertahun-tahun menerbangkan:
    • SYD-CGK-SIN dimana segmen CGK-SIN menjadi feeder untuk penerbangan OneWorld Alliance ke / dari Singapura.
    • SYD/MEL-DPS-SIN, dengan alasan yang sama.
  • Dalam kedua kasus tersebut, CGK/DPS-SIN penumpangnya sudah mengalami penurunan sejak lama karena penumpang Oneworld dari Indonesia ke Singapura lebih memilih terbang dengan menggunakan interline antara Qantas, British Airways dan Finnair, dengan Garuda, Singapore Airlines, dan Thai (yang terbang BKK-SIN-CGK ), ditambah juga dulu dengan Cathay Pacific yang penerbangan HKG-SIN-CGK banyak mengangkut penumpang BA/QF yang baru tiba di Singapura dari Eropa, untuk diangkut ke Jakarta.

Sekarang, bagaimana operator Indonesia bisa mengambil untung dari perjanjian bilateral yang baru nanti? Garuda bisa saja terbang ke Eropa melalui Kuala Lumpur, atau mungkin membuka rute ke Indian melalui Kuala Lumpur yang pasar India-Malaysia nya lebih besar dari pasar Indonesia-India.

Saya berharap mereka yang kemakan nasionalisme buta berhenti melakukan pembodohan masyarakat, dan saya berharap para pengamat-pengamat dan analis-analis yang terkenal (dimana salah satu dari mereka menulis sebuah artikel yang membuat saya menulis dumelan ini), untuk lebih objektif!

4 Comments

  1. saya sangat setuju dengan om gerry,, terutama paragraf terkahir.
    saat ini memang banyak yg asal komen kebijakan supaya dapat pamor dan kelihatan nasionalis di depan masyarakat…

  2. Tuh Turkish mau terbang IST-CGK-SYD dengan 5th Freedom CGK-SYD gak ada yang ngomel kan? 😀 Begitu ada yang nyebut Malaysia aja, langsung pada ribut!

  3. om, dapet data statistiknya dari mana yah? buat tugas kuliah nih lagi membahas tentang kasus ini, butuh referensi nya. Thank you

  4. Statistik Malaysia dapet dari Wikipedia, dari masing2 airport tersebut.
    Untuk yang Indonesia, saya mengambil data dari buku tahunan INACA 2011.

Leave a Reply