Malam ini saya diganggu mengenai informasi terjadinya go-around penerbangan Indonesia Air Asia QZ7532 di Denpasar. Menurut informasi yang saya dapat, salah satu penumpang penerbangan tersebut complain ke Menteri Perhubungan, dan sumber lain mengatakan penumpang yang complain meng-claim melihat pesawat di runway ketika go-around.

Claim tersebut tentu sangat menarik, karena jika sedang go-around dan pesawat naik kembali searah dengan landasan, maka penumpang tidak mungkin bisa melihat runway, apalagi pesawat di runway. Penasaran, saya langsung mengecek kejadiannya.

Data ADSB QZ7532 CGK-DPS 26JUN

Sekilas pesawat terlihat melakukan go-around dan mendarat di approach berikut.

Blog-QZ7532-01
Data ADSB QZ7532 yang tertangkap oleh Flightradar24

Go-around dilakukan di ketinggian 1300ft, posisi pesawat pada saat memilai go-around adalah sekitar 8 kilometer dari landasan.

Blog-QZ7532-02
Posisi pesawat pada saat go-around dimulai menurut ADSB data dari Flightradar24
KALAU JAUH BEGINI NGAPAIN TAKUT DAN COMPLAIN SIH?

OK, takut itu wajar, tapi kalau complain bilang ini berbahaya, menurut saya agak terlalu.

Lalu, gimana dia bisa lihat landasan?

Ketika pesawat sudah sampai di ketinggian 3000 kaki, pesawat belok ke kanan, dan belok pada posisi sekitar 1 kilometer dari awal landasan. Jelas runway bisa dilihat, tapi posisinya masih jauh!

Lalu pesawat apa yang terlihat oleh si penumpang?

Mari kita lihat urutan kejadiannya. Pertama, kita harus identifikasi pesawat-pesawat yang terlibat dalam kejadian ini, dan daftarnya gak sedikit ternyata. Ada:

  • AWQ7532 PK-AZJ Airbus A320-200 CGKDPS (Indonesia Air Asia)
  • KLM836 PH-BVS Boeing 777-300ER DPSSINAMS (KLM Royal Dutch Airlines)
  • ANG394 P2-PXD Boeing 737-700 POMDPS (Air Niugini)
  • MXD307 9M-LNS Boeing 737-800 DPSKUL (Malindo)
Kronologi kerjadian (waktu dalam UTC)
1240:
KLM836 melakukan Pushback dari parking stand 27 Ngurah Rai, dan memblok taxiway utama antara taxiway N3 dan N4.

1245:

KLM836 mulai taxi menuju runway 09.

1254:
  • MXD307 melakukan pushback dari parking stand 22 Ngurah Rai, dan memblok taxiway utama antara N3 dan N4.
  • ANG394 berada di waypoint KUTA di ketinggian 3000 kaki dan melanjutkan approach.
1257:

AWQ7532 berada di waypoint KUTA di ketinggian 3000 kaki, dan memulai approach.

1258:

KLM836 menunggu ijin masuk ke runway 09 dari taxiway N7.

1259:

AWQ7532 berada di waypoint DD401 di ketinggian 3000 kaki dan melanjutkan approach.

1300:
  • ANG394 mendarat di runway 09.
  • KLM836 diijinkan masuk ke runway 09 setelah ANG394 lewat.
  • ANG394 keluar runway menggunakan taxiway N4, dan berhenti sebelum masuk ke apron karena didepannya ada MXD307 yang masih melakukan pushback dan start engine.
  • KLM836 siap berangkat namun harus menunggu karena ANG394 belum sepenuhnya keluar dari area runway.
1301:
  • AWQ7532 berada di waypoint DD402 (5 nautical mile atau 9 kilometer dari landasan) di ketinggian 1600 kaki dan memasuki fase final approach.
  • Pada ketinggian 1350 kaki, AWQ7532 memilai go around. Vertical speed pesawat berubah dari -700fpm menjadi +2000fpm dalam hitungan detik.
1302:

AWQ7532 melewati ketinggian 2000 kaki dengan vertical speed 2300fpm, dan pesawat berhenti naik di ketinggian 3000 kaki (yaitu target altitude dalam Missed Approach Procedure), lalu pesawat mengikuti Missed Approach Procedure yaitu belok kanan untuk kembali ke waypoint KUTA. Pesawat mulai belok sekitar 1/2 kilometer dari awal landasan 09.

1303:

ATC meminta AWQ7532 untuk naik ke ketinggian 6000 kaki dan diberikan radar vector (instruksi arah) guna separasi dengan traffic lainnya yang sedang menuju waypoint KUTA.

1304:

MXD307 diinstruksikan untuk ditarik kembali ke parking stand 22, kemungkinan besar karena ANG394 juga menghalangi main taxiway.

1305:
  • Setelah MXD307 ditarik kembali ke parking stand 22, ANG394 melanjutkan taxi menuju ke timur dan parkir di parking stand 30, 31 atau 32 (semuanya di sebelah timurnya N3)
  • Setelah ANG394 sepenuhnya keluar dari area runway, KLM836 memulai take off.
1306:
  • MXD307 kembali sepenuhnya berada di parking stand 22.
  • KLM836 mengudara.
1309:

MXD307 kembali melakukan pushback dari parking stand 22

1311:

MXD307 mulai taxi ke runway 09.

1316:

AWQ7532 kembali berada di waypoint DD401 di ketinggian 3000 kaki untuk melakukan approach.

1319:

MXD307 menunggu giliran masuk ke landasan.

1320:

QZ7532 mendarat di Ngurah Rai.

Kesimpulan dari kronologis kejadian

Setelah melihat urutan diatas, dapat disimpulkan bahwa asal muasal kejadian go-around ini dikarenakan Air Niugini yang keluar di taxiway N4 dan bukan N3 seperti pesawat 737/320 lainnya. Dikombinasikan dengan Malindo sedang pushback, maka terjadilah situasi dimana landasan tidak “clear” untuk KLM berangkat maupun untuk Air Asia mendarat. Jika Air Niugini keluar landasan menggunakan taxiway N3, maka tidak akan ada kejadian go-around yang diuraikan diatas.

Disini saya ingin menekankan bahwa pesawat Air Asia AWQ7532 disuruh go-around dengan posisi masih jauh dari landasan. Ini sama sekali tidak berbahaya, dan justru malah bagus dari pihak ATC memberikan instruksi go-around lebih awal dibanding telat (yang tentu akan sangat bisa dibuat lebih heboh lagi oleh pihak yang awam penerbangan). Kesigapan dari pihak ATC di kejadian ini patut diapresiasikan dan bukan disorot sebagai “bahaya” atau “resiko” atau “bom waktu” seperti beberapa pihak sensasionalis dan alarmis yang menurut saya malah bukan berkontribusi meningkatkan keselamatan penerbangan tetapi malah membahayakan keselamatan penerbangan dengan memberi tekanan yang tidak pantas bagi safety management system yang sudah jalan.

Alhasil dari aksi kaum “sensasionalis” dan “alarmis” yang dengan senang hati menunggangi kasus-kasus seperti ini, malah membuat regulator dan operator panik, bahkan takut tidak semestinya akan sorotan lebay, karena hasilnya hanyalah tenaga dan waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan risk assessment situasi yang ada, tergerus dengan perlunya memberikan tanggapan kepanikan yang tidak pada tempatnya.

Setelah heboh kejadian Go-Around antara Garuda dan Sriwijaya di bandara Soekarno-Hatta, kejadian yang satu ini di Bali, dikabarkan menghasilkan adanya undangan rapat dadakan untuk membahas ini, yang seharusnya cukup dengan tinjauan ringan melihat data yang ada yang menghasilkan uraian seperti yang saya buat diatas, dan dapat dengan cepat dan wajar, menyimpulkan bahwa pesawat yang go-around tidak pernah dalam situasi yang membahayakan lebih dari resiko yang wajar.

Jika hal-hal seperti ini disoroti dengan kepanikan atau “kekhawatiran lebay”, maka cenderung akan menghasilkan reaksi-reaksi dan/atau kebijakan-kebijakan baru yang bukannya membantu, tetapi malah menurunkan tingkat keselamatan penerbangan Indonesia, seperti yang terjadi di 2015-2016, dimana bertubi-tubi kebijakan reaktif mengenai keselamatan dikeluarkan, tapi hasilnya hanyalah tingkat kecelakaan penerbangan meningkat 100%. Setelah kebijakan-kebijakan tersebut sebagian dicabut dan suasana pengawasan penerbangan oleh regulator kembali seperti tahun 2014, hasilnya, tahun ini, sepertinya (kita masih harus tunggu hingga akhir tahun), accident rate penerbangan di Indonesia kembali menurun.

Api itu dipadamkan menggunakan pemadam yang sesuai, bukan disiram bensin!

Leave a Reply