Makan pagi saya pada tanggal 28 Desember di Batam digangu oleh kabar dari teman bahwa sebuah pesawat A320 milik Indonesia Air Asia hilang selagi menerbangkan rute Surabaya-Singapura, dan baru hilang sekitar 1 jam. Sambil mencari tahu kabar lebih lanjut, saya juga langsung men-tweet kabar kecurigaan kehilangan pesawat tersebut dan memulai hashtag #QZ8501.

Dalam waktu 5 jam dari hilangnya pesawat, saya menerima sebuah gambar mengenai beberapa saat terakhir pesawat tersebut.

IMG-20141228-WA0001
Pesawat AWQ8501 terlihat pada ketinggian 36.300 kaki dan pesawat UAE409 berada sekitar 30 mil laut didepannya.

Gambar tersebut sepertinya diambil dari radar ATC di Pontianak selagi dilakukan replay. Pesawat terlihat sedang menuju arah barat dengan ketinggian 36.300 kaki dengan groundspeed hanya 353 knots, atau (bila kita konversi) hanyalah 190 knots indicated airspeed, yang merupakan kecepatan yang terlalu pelan. Ada sebuah pesawat Emirates di depannya sekitar 30 mil laut didepannya pada 36.000 kaki dengan groundspeed yang lebih wajar.

Ketika saya melihat gambar ini, saya khawatir bahwa pesawat ini sudah total loss, jatuh di laut dengan impact yang mirip dengan AF447, meskipun penyebabnya bisa saja jauh berbeda.

Tidak lama kemudian, saya menerima satu gambar lagi, yaitu dari rekaman ADS-B, memperlihatkan saat terakhir pesawat tersebut di deteksi oleh alat penerima ADS-B.

received_10152711125993889

Disini terlihat bahwa pesawat sudah turun ke ketinggian (GPS) 24.025 kaki dengan groundspeed yang hanya 64.82 knots, yang berarti pesawat sudah stall dan sedang jatuh dari langit. Kecepatan vertikalnya yang -11.518,75 kaki per menit tidak begitu mengherankan karena kecepatan groundspeed yang sangat rendah.

Sayapun sadar, bahwa beberapa minggu kedepan akan menjadi masa-masa yang berat untuk saya, dan malam itupun saya kembali ke Jakarta, melewati ekor dari cuaca yang dilewati oleh QZ8501 dan EK409.

Sejak jam 10 pagi tanggl 28 Desember 2014, telepon saya tidak berhenti berdering dengan permintaan-permintaan komentar atau kehadiran untuk beraneka macam media dari media cetak hingga stasiun TV. Sayangnya, itu mengakibatkan saya tidak cukup waktu untuk memulai menuliskan temuan-temuan dan analisa-analisa saya mengenai kecelakaan ini. Akhirnya saya hanya bisa menepis spekulasi-spekulasi dan teori-teori, serta reaksi-reaksi pemerintah yang tidak wajar melalui media.

Selama satu bulan terakhir, banyak sekali spekulasi mengenai apa yang terjadi kepada QZ8501 (yang dioperasikan oleh PK-AXC, sebuah A320-200). Teori-teori dari updraft hingga pemangkasan biaya pemeliharaan pesawat, ke tidak membawa data cuaca, dll. Kebanyakan dari teori-teori ini hanyalah spekulasi bodoh. Saya hanya bisa mengisi gap antara spekulasi dan realita ini melalui media massa, namun cepat atau lambat, sayapun harus kembali menggunakan blog saya untuk melanjutkan misi tersebut. Artikel ini, hanyalah awal dari apa yang saya harus tulis mengenai kecelakaan ini di blog saya.

Leave a Reply