Kalau Indonesia punya CN235, Italia punya G222. Dengan sekarang ada C-295 yang dikembangkan Airbus dari CN235, Italy tidak ketinggalan dengan C-27J Spartan dari Leonardo, versi barunya G222. Pengadaan C-295 untuk pihak TNI sudah beberapa kali disorot oleh kompetitor Airbus. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa kinerja PTDI selaku local partner Airbus di Indonesia untuk C-295, tetap butuh disorot demi peningkatan mutu dan efisiensi, cerita yang terbentuk sayangnya seperti menghapus pertanyaan-pertanyaan yang ada di dunia penerbangan mengenai C-27J.

C-27J-2
(Photo oleh: Bob Adams.)

C-27J di US ini ceritanya cukup “lucu”, karena program C-27J ini tadinya adalah joint programme Alenia dengan Lockheed Martin untuk menghasilkan upgrade C27A/G222 yang mumpuni. Kerjasama yang berawal di 1995 ini diberinama LMATTS (Lockheed Martin Alenia Tactical Transport System). LMATTS meng-upgrade G222 dengan “jeroan” dan “otot” dari C-130J. Kemampuan payload 9-ton-nya dipertahankan, dan “jeroan” pesawat sesuai dengan MIL-STD-1553 untuk digital systems and avionics architecture, dengan layout kokpit mirip dengan C-130J. Dengan menggunakan mesin serta propeller yang digunakan sama dengan C-130J, jarak jelajah C-27J menjadi 35% lebih jauh dari G222 dan kecepatan jelajahnya pun naik 15%.

Joint Cargo Aircraft

Jelas sekali bahwa LMATTS ingin agar C-27J ini bisa beroperasi sebagai “C-130J cilik”. Kesempatan untuk C-27J datang di tahun 2005, dimana US Army butuh menggantikan C-23 Sherpa (Shorts 330) mereka. Perdebatan antara US Army dan US Air Force mengenai kendali penerbangan transport militer memiliki sejarah yang cukup panjang, dan requirement penggantian pesawat masuk dalam program yang bernama Joint Cargo Aircraft (JCA) yang diadakan oleh US Army dan US Air Force. JCA ini adalah pesawat untuk transportasi didalam sebuah teater perang atau “intra-theatre airlift.” Selama ini “intra-theatre airlift” di US Army adalah menggunakan helikopter berat seperti CH-47 Chinook, dan menggunakan pesawat ringan seperti C-23 Sherpa sedangkan US Air Force menggunakan C-130 untuk intra-theatre airlift yang dianggap terlalu besar untuk era perang melawan terorisme yang lebih memerlukan pesawat-pesawat lebih kecil.

Keperluan USAF untuk pesawat yang lebih kecil tersorot pada operasi bantuan pasca badai Katrina di sekitar New Orleans, dimana USAF kesulitan memenuhi kebutuhan angkutan ringan ke tujuan-tujuan dimana landasan pacunya rusak atau tergenang air atau diselimuti sampah dari banjir dan badai. 6 misi kritis JCA disimpulkan dari situasi di Afghanistan, Iraq, dan juga homeland defense dari pengalaman Katrina:

  • Critical Resupply
  • Casualty Evacuation
  • Air drop (personnel/supplies)
  • Aerial sustainment
  • Troop Transport
  • Homeland Security

Disepakati bahwa pesawat JCA akan dioperasikan oleh US Air Force.

Entah apa yang terjadi didalam LMATTS, tetapi kongsian tersebut pecah di tahun 2006 ketika Lockheed Martin tiba-tiba menawarkan C-130J di program JCA, melawan C-27J dan CN-235/C-295. Yang menarik disini adalah, C-130J dari awal dianggap terlalu besar tetapi tetap dimasukkan oleh Lockheed Martin dalam kompetisi. C-130J-pun ditolak oleh US Army.

Kompetitor JCA yang tersisa hanya:
  • C-27J, oleh GMAS (GLobal Military Aircraft Systems), yaitu joint-venture antara L-3 Communications dan Alenia, dan Boeing, dengan rencana pesawat dirakit di Florida dan penyelesaiaan pasca-perakitan oleh L-3 di Waco, Texas.
  • CN-235/C-295, oleh Raytheon dan EADS North America, dimana pesawat akan dirakit di Mobile, Alabama (tempat final assembly Airbus A320 di Amerika Serikat), dan semua CN-235 serta C-295 yang dijual di Amerika Utara akan dirakit dilokasi tersebut.

Pada akhirnya, JCA pemenangnya adalah C-27J, dan kontrak dasarnya adalah untuk 78 C-27 dengan nilai $2.04 milyar (pesawat dan nilai pekerjaan lainnya selama 25 tahun masa operasi pesawat.

Setelah menang, masalahpun timbul bagi C-27J

1 minggu setelah pengumuman pemenang JCA, Raytheon dan EADS North America protes dimana:

  • Tim seleksi JCA dianggap tidak adil dalam menganggap sama nilai faktor non-harga dalam kriteria seleksi termasuk teknis, logistik, manajemen produksi, dan rejam jejak
  • Bid oleh Raytheon lebih murah 15% dibanding L-3
  • Ditemukannya kesalahan di data evaluasi dan penerapan kriteria evaluasi.

Protes tersebut ditolak, dan pesawat C-27J mulai terbang dengan bendera Amerika Serikat di tahun 2008. Namun, di bulan Januari tahun 2012, US Department of Defense mengumumkan bahwa armada C-27J sebesar 38 pesawat akan dipensiunkan karena “excess intra-theatre airlift capacity” (kelebihan kapasitas angkut udara intra-theater) dan tekanan anggaran. Di bulan Februari, Alenia mengumumkan bahwa mereka tidak akan memberikan support pemeliharaan untuk pesawat C-27J ex-USAF jika dijual ke negara lain. Di bulan Maret 2012, USAF mengumumkan bahwa C-27J mereka akan berhenti terbang di tahun 2013. Masalah pada flight control system C-27J terjadi pada sebuah penerbangan latihan yang mengakibatkan seluruh armada C-27J USAF di-grounded sementara di Juli 2012.

C-27J-4
Riwayat C-27J di USAF (via US Air National Guard) tidaklah lama.

Di tahun 2013, USAF hanya mengoperasikan 4 C-27J, dengan 12 disimpan di “kuburan pesawat” di Davis-Monthan, dan 5 pesawat yang masih mau akan dibuat mau tidak mau dibiarkan dibuat (untuk langsung disimpan), dan 4 yang terbang pun akhirnya berhenti beroperasi.

Jelas C-27J diminati kalau surplus
C-27J-3
USCG meminati C-27J karena surplus dari kebutuhan USAF

Di tahun 2013, US Coast Guard yang juga kena tekanan budget, masih harus mengeluarkan $500 juta hingga $800 juta untuk HC-144 (CN-235) Ocean Sentry yang sudah dipesan namun belum dibuat, menawarkan ke US Department of Defense untuk mengoperasikan 14 dari 21 C-21J yang dipensiunkan. Alasan yang diberikan USCG bukanlah karena kemampuan pesawatnya, tetapi alasan biaya dan waktu pengadaan. Di tahun 2013 Vice-Commandant USCG, Vice-Admiral John Currier menjelaskan bahwa anggaran pengadaan USCG dipangkas $1.1 milyar, dan jika USCG membatalkan pengadaan sisa pesanan HC-144 (CN-235) mereka, maka USCG akan menghemat $500 juta hingga $800 juta. Selain itu, adanya 14 pesawat yang tinggal di konversi menjadi pesawat search-and-rescue akan menambahkan armada USCG lebih cepat dibanding menunggu pendanaan dan pengadaan sisa pemesanan HC-144 USCG, karena C-27J yang sedang menganggur tersebut pengadaannya sudah terbayar.

Udang biaya dibalik batu pengadaan

Jadi terlihat bahwa pesawat C-27J ini diadopsi oleh USCG karena “kebetulan” karena permasalahan anggaraan pengadaan (bukan anggaran pengoperasian). Biaya pengoperasian HC-144 diperkirakan hanya 1/2 biaya pengoperasian C-27J. Selain itu, menurut keterangan mantan Kepala Staf US Air Force, Jendral Norton Schawrtz, kepada US Congress di tahun 2012, pihak militer AS mempensiunkan C-27J dengan cepat karena masalah biaya operasional, dimana sebuah C-130 mampu melakukan apa saja yang bisa dilakukan oleh C-27J, dengan biaya sekitar $213 juta per pesawat selama 25-tahun masa operasi, dibanding dengan C-27J yang akan memakan biaya $308 juta per pesawat. “In this fiscal environment it certainly caught our attention,” menurut Schwartz.

Secara tidak langsung, sepertinya Jendral Schwartz mengakui bahwa C-27J adalah pesawat yang mahal, dan pengadaannya mungkin adalah sebuah kesalahan. Keterangan beliau mungkin bisa menjelaskan kenapa Lockheed Martin yang tadinya adalah mitra C-27J di LMATTS tiba-tiba menawarkan C-130J untuk program LCA, karena meskipun C-130J memang terlalu besar dan mahal untuk LCA, C-27J ternyata lebih mahal. Keterangan Jendral Schwartz juga tentu membuat kita bertanya-tanya, berapa beda biaya operasi HC-144 (CN-235) dibanding C-27J? Menurut juru bicara EADS North America di tahun 2013, Guy Hicks, biaya operasi H-144 diperkirakan hanya setengah dari C-27J.

Sekarang, ada 14 C-27J yang dioperasikan USCG dan 7 yang diperasikan US SOCOM (Special Operations Command), namun sebelum hal tersebut dianggap sebagai kesukesan C-27J, kita jangan lupa akan saga C-27J yang aneh-bin-ajaib ini dengan USAF.

Leonardo vs Airbus vs Lockheed Martin

Tentunya, pendukung masing-masing pabrik akan mencoba untuk mengatakan bahwa produk yang mereka dukung adalah yang terbaik, dan kompetitornya adalah barang sampah, itu lumrah, tetapi disini saya melihat sesuatu yang unik, yaitu kita di Indonesia sudah melihat “adu ngoceh” antara Leonardo untuk C-27J dan Airbus untuk CN-235 dan C-295, namun bagaimana sudut pandang Lockheed Martin mengenai pesawat angkut dibawah kelas C-130 Hercules? Di bulan November kemarin, saya kebetulan sempat berdiskusi dengan tim dari Lockheed Martin mengenai C-130J, dan C-295 dan C-27J. Ini yang diucapkan salah satu anggota tim Lockheed Martin: “If you don’t want or cannot afford C-130Js, you’re better off getting the CN-235s and C-295s rather than C-27J. The numbers of aircraft produced or in service don’t lie!”

Apa yang dimaksud dengan mereka mengenai, “the numbers of aircraft produced or in service don’t lie”? Ada sekitar 82 C-27J (dan 111 C-27A/G.222) yang telah diproduksi, dibanding dengan 136 C-295 (dan 273 CN-235) yang pernah dibuat, sedangkan ada 300 C-130J (dan >2500 C-130A/B/D/E/F/R/T) yang telah diproduksi.

“The more aircraft of one type in service in more countries means that you have the benefit of interoperability and similar operating standards between countries, so you can go and fly your aid to another country with no worry of spare part availability or even GSE equipment.”

OK, ini bukan Airbus yang ngomong, tapi Lockheed Martin, mantan mitra kongsi C-27J. Saya rasa penilaian Lockheed Martin diatas, jauh lebih objektif dibanding celotehan Airbus supporters atau Leonardo supporters. Indonesia sudah menggunakan C-130 lebih dari 50 tahun, dan production content offset dengan Lockheed Martin (F-16 components) sudah pernah ada dengan hasil yang memuaskan. Jangan sampai Indonesia mengambil keputusan yang salah seperti Amerika Serikat di program JCA.

Kabul, Afghanistan -- An Afghan National Army Air Corps C-27 take its first operational flight from Kabul International Airport Mar 24. The first afghan C-27 aircrew flew their first operational mission to supply Kandahar Air Field with medical and personal care items .(U.S. Air Force photo/Senior Airman Matt Davis)
C-27A Angkatan Udara Afghanistan pada awal masa operasinya.

Saya sendiri masih penasaran, kenapa pengadaan C-27J seperti sangat dipaksakan saat itu, dan kondisi tersebut pada program pengadaan, sepertinya sudah beberapa kali tidak jauh dari pengadaan pesawat Leonardo lainnya (seperti AW101 untuk India dan Algeria). Untuk C-27 sendiri, saya sudah ketawa-ketawa sejak skandal pengadaan C-27A/G.222 untuk AU Afghanistan, dimana kontrak melalui USAF, dimana 16 G.222 AU Italia akan diupgrade oleh Alenia untuk AU Afghanistan, dimulai tahun 2009, dan pada tahun 2012, kontrak tersebut dibatalkan oleh USAF karena “serviceability issues and operational difficulties“. 16 G.222A tersebut di scrap di Afghanistan di tahun 2014.

G222-AfghanScandal
Berita G222/C27A AU Afghanistan di-scrap. (http://abcnews.go.com/Politics/us-turns-486-million-afghan-air-fleet-32000/story?id=26083173)

Leave a Reply